Salah satu hadits tentang penebangan pohon adalah “man qatha’a sidratan shawaba allahu ra’sahu fi al-nar”, barang siapa yang menebang pohon sidr, maka allah akan mengucurkan kepalanya kedalam api neraka.
Hadits ini, dalam kitab kasyfu al-khafa’ karya Imam al-‘Ajulani, diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam al-Baihaqi dari Abdillah bin Khabsy r.a yang me-marfu’-kannya (menyandarkannya pada nabi saw) begitu juga sahabat Jabir. Dari Siti Aisyah r.a mempunyai lafadz yang berbeda “alladzina yaqtha’una al-sidra yushabbuna fi al-nar‘ala ru’usihim shabba”. Dari sahabat Ali k.w juga mempunyai matan yang berbeda “la’ana allahu qathi’ia al-shidra”. Dari ‘Amr bin Aus al-Tsaqafi “man qatha’a al-shidra illa min al-zar’I shabba allahu ‘alaihi al-adzabu shabba”. ‘Urwah dari Ibnu Zubair menaruhnya di derajat mursal (terputus akhir sanadnya setelah tabi’i) dengan lafadz yang sama dari Siti ‘Aisyah. Kesemuanya dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi akan tetapi beliau menaruh semuanya dalam derajat munqathi’(terputus) dan dla’if (lemah) kecuali yang pertama, yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah.
Sedangkan masalah esensi hadits, Imam Baihaqi memberikan pandangan sendiri yang unik, yakni tidak semua penebang pohon mendapat laknat rasulullah Saw, akan tetapi penebang pohon yang biasanya dipergunakan berteduh bagi ibnu sabil.
Abu Tsur pernah bertanya juga masalah ini pada Imam Syafi’I dan beliu menjawab tidak ada masalah dalam penebangan pohon sidr, kalau memang itu adalah larangan secara pasti maka rasul tidak akan memerintahkan untuk memandikan mayit dengan daun pohon sidr. Yang dilarang dan dilaknat adalah penebangan pohon tanpa adanya intifa’(memanfaatkan).
Bila ditarik ke garis yang lebih universal, maka penebangan adalah salah satu cara untuk mengurangi, menghabiskan, atau mendholimi tumbuhan dan pohon akan tetapi masih dalam tanda kutip, tanpa adanya pendaya gunaan terhadap apa yang telah ditebang atau dihancurkan.
Di zaman teknologi canggih seperti sekarang ini, pemusnahan tumbuhan atau katakanlah penghancuran lingkungan lebih bersensasi lagi. Dari penebangan ala tradisional (kapak dst), sampai yang melalui rekayasa pencemaran air dan udara dari limbah-limbah pabrik industry sehingga mengakibatkan kurang bagusnya lingkungan disekitar, baik postur tanah, air, atau udara yang terinveksi olehnya yang mengakibatkan kurang menunjangnya tumbuhan atau pepohonan tumbuh dilingkungan sekitar.
Nah, kalau di Jombang akhir-akhir ini ada penggalian minyak disembilan titik daerah maka harus ada pemikiran ulang masalah limbah yang dihasilkan, jangan sampai kita termasuk orang yang menebang pohon (dalam esensi) secara dlolim, tanpa adanya intifa’. Solusi penanganan limbah diharapkan tidak terlalu lama agar tidak menghancurkan daerah sekitar. Ini yang menjadi PR kita sekarang!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar