Cari Blog Ini

Minggu, 01 Januari 2012

BELAJAR “KELUAR DARI ENTITAS KATA” PADA MBAH KIAI IRFAN (7)

Sedikit cuplikan yang Mbah Kiai Irfan lontarkan adalah ungkapan kesombongan Nabi SAW ditinjau dari struktur kata manusia adalah “ana asyraful anbiya’ wal mursalin: saya orang yang paling mulia dari beberapa nabi dan rasul”. Ada lagi kata yang lebih rendah dari sisi kemanusiaan dilihat dari struktur kata: “ana al-faqir wa ukhibbul fuqara’ wa ana al-miskin, ukhibbul masakin: saya orang fakir dan suka pada fukoro’, saya orang miskin dan suka pada para masakin”. Terkadang mengunggulkan diri melampaui batas kemanusiaan (sombong) dan terkadang merendah melampaui batas kemanusiaan (hina). Keduanya secara syar’i tidak diperbolehkan oleh syari’ (Allah dan rasul-Nya), akan tetapi kenapa Nabi mengucapkan kedua hal tersebut? Disini lah letak essensial ketika manusia keluar dari hakikat kata. Hal serupa juga pernah dipaparkan oleh EMHA Ainun Najib atau yang akrab disapa dengan Cak Nun, di daerah kita (baca: jawa) terkenal istilah “jancok” untuk peluapan istilah kekesalan atau kata yang bermakna kotor/mengumpat. Akan tetapi ketika manusia melepas pada makna asal dan menggapai maksud, maka bisa menangkap hakikat ungkapan tanpa melihat struktur kata itu sendiri. “Jancok”, ketika dinadakan dengan akrab dan mesrah bersama teman yang sedang bergurau bersama maka essensi kata itu lenyap tanpa efek yang melekat, dan sebaliknya yang tergapai adalah kemesraan dan kehangatan suasana yang sedang ada. Berbeda dengan ketika diluapkan dengan emosi pada yang lain dengan nada emosi, maka hal itu bisa membawa efek negatif. Kecuali masih keduanya sudah berusaha keluar dari efek kata. Kesombongan dan kehinaan seseorang tidaklah bisa diukur dari kata yang dilontarkan seseorang, karena keduanya adalah fi’lul qalbi (pekerjaan hati) bukan pada luapan kata yang terlontarkan dari mulut si pengucap. Oleh karenanya, diri ini, yang mengetahui kesombongan bukanlah orang lain, atau sebaliknya, kita tidaklah bisa mengukur kesombongan orang lain atau kerendahan mereka dari sebuah ungkapan kata atau tindakan. Karena yang tahu kesombongan dan kehinaan seseorang adalah hubungan mereka sendiri dengan Tuhannya.