Cari Blog Ini

Jumat, 18 Desember 2009

Masjid Sebagai Pendorong Pendidikan Generasi Bangsa

Masjid Sebagai Pendorong Pendidikan Generasi Bangsa
Oleh: yayan musthofa

A. Pengantar
Saya pernah ditanya oleh teman saya tentang perbedaan masjid dan mushalla, maka secara sepontan saya menjawab hampir sama, hanya saja masjid ada mimbar dan ditempati shalat jum’at, sedangkan mushallah tidak. Kesehariannya sama, hanya sebagai tempat ibadah.
Kemudian dia bercerita panjang lebar tentang sejarah dan tujuan didirikannya masjid dan mushalla, yang kesimpulannya tiada lain sebagai tempat ibadah khususnya dan sebagai wadah penyatu umat islam dalam ukhuwah islamiah dan menghilangkan perbedaan kasta, semua akan terlihat sama tatkala masuk masjid dan menunaikan ibadah atau ritual keagamaan.
Hal ini baru penulis buktikan ketika ada perintah ustadz Mukhsin, Dosen TPKI untuk mencari data lapangan tentang masjid atau madrasah, maka secara sepontan saya memilih masjid sebagai objek kajian. Hitung-hitung mendalami sejarah masjid sekalian.

B. Masjid “Besar” kec. Diwek-Jombang
Pada tahun 1910, kecamatan Diwek-Jombang tepatnya di Jl.Raya NO.63, membangun masjid “Besar” sebagai tanda pokok tentang kematangan islam di daerah ini tahun itu. Pembangunan masjid ini dipelopori oleh tokoh besar islam indonesia K.H. Hasyim Asy’ary, pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Pembangunan ini didukung oleh K.H Ya’qub yang mewakafkan tanahnya untuk masjid ini, awalnya berukuran kecil, 8x8 m. tapi dalam perkembangannya, K.H Adlan Ali dan K.H Bisri Samsuri mengadakan perluasan, dana yang dipakai adalah dari beliau yang kemudian dibantu masyarakat setempat, selanjutnya, pada tahun 1972 presiden indonesia membantu perluasannya menjadi 18x20m. dan sampai sekarang belum ada perluasan lagi, rencana ketua ta’mir masjid “Besar”, M.Suwono, akan memperluas pada 3-4 tahun mendatang setelah pembangunan pondok ”Nurul Hikma”, sebelah masjid, karena sudah menjalin kontrak dengan H. Rukhan, donatur yang sangat loyal, sekarang membantu membangun pondok di sebelah masjid “Besar” itu.
Pandangan awal KH Hasyim Asy’ary membangun Masjid dekat polres dan kecamatan dengan tujuan sebagai penyatu umat islam sekecamatan, yang apabila ada acara besar atau progam kecamatan maka di tempatkan di masjid tersebut.
Dipandang dari sejarah masjid, masjid besar ini cenderung pada corak indonesia-hindu dan jawa yang karena dalam islam tidak bertentangan dengan pokok dasar ajarannya maka penduduk setempat tidak merekonstruksi corak awal, apalagi yang mencetuskan adalah ulama besar indonesia, KH. Hasyim Asy’ary
Masjid ini tidak berkubah, akan tetapi berbentuk limas dan berundak. Perubahan yang dilakukan masyarakat setempat adalah bagian fisik, yang asalnya kayu, dirubah menjadi beton, dan untuk berikutnya akan ditingkat tapi atapnya tetap pakai limas. Dan empat tiang ditengah masjid sebagai penyangga limas.
Seperti tujuan dan fungsi awal masjid, masjid “Besar” juga mempunyai progam yang sama dalam bidang sosial, diantaranya adalah, penyantunan anak yatim, pembagian zakat, dan pendidikan keagamaan yang diberi nama TPQ “Nurul Iman” tahun 2003, sekarang jumlah santri yang mengaji sebanyak 150 santri tiap sore, selain pengajian TPQ, masjid besar juga mengadakan pengajian rutin selasa legi dan wage, dan hari besar islam.
Jama’ah shalat wajib lima waktu sangatlah sedikit karena masjid ini terletak di seberang jalan raya, sehingga masyarakat setempat yang umumnya sudah lanjut usia, merasa wegah kalau harus menyebrang, sedangkan disebelah kanan masjid terdapat sekolahan SD dan kantor polres, dan sebelah kiri di bangun pondok “Nurul Hikma”, sehingga masjid terkesan jauh dari rumah warga sekitar.
Untuk memahami lebih dalam masalah masjid sebagai wadah penyatu umat, maka akan kami bandingkan antara realitas masjid “besar” yang di hasilkan dari wawancara dengan takmir dan sejarah singkat masjid dalam islam. Jauhkah pengertian masjid dalam sejarah dengan realita masjid yang sekarang ataukah mendukung antara pengertian masjid dan realita sekarang?

C. Pengertian dan Sejarah Singkat Masjid
Masjid berasal dari bahasa arab “sajada-yasjudu-masjidan” yang berarti tempat sujud. Dari sini pengertian masjid sangatlah luas, tidak hanya sebatas bangunan yang kita ketahui sekarang ini. Lebih dari itu bahwa masjid atau tempat sembahyang dalam islam adalah seluruh tanah lapang yang dibumi ini, ada hadits Nabi SAW yang berbunyi: “seluruh jagad telah dijadikan masjid bagiku” (bukhari, 7:1)
Bahkan ketika waktu shalat telah tiba maka kita diperintahkan menunaikannya saat itu juga. Nabi SAW bersabda: “Nabi berkata pada jabir bin abdillah al-anshary: bumi ini suci bersih bagiku dan boleh dijadikan tempat sembahyang, maka dimanapun seseorang berada bolehlah ia sembahyang apabila waktunya telah tiba” (hadits muslim: 316)
Inilah salah satu letak keunggulan Nabi besar Muhammad SAW, yakni bisa melaksanakan shalat dimanapun ia berada, begitu juga umatnya. Ini bisa dipaham secara jelas dari hadits diatas tentang keluasan pengertian masjid, yakni seluruh tanah yang ada dibumi ini suci dan bisa dijadikan tempat sujud/sembahyang.
Akan tetapi, pengertian masjid mengalami penyempitan makna tanpa menghilangkan makna asal yang luas tersebut. Hal ini bermula saat beliau hijrah ke Madinah. Kalau di makah Nabi bersifat menakut-nakuti dan menjajikan kehidupan akhirat yang kekal nan abadi, di madinah nabi muhammad saw terfokus pada penguatan sosial dan pembentukan masyarakat yang ideal.
Berlandaskan hal ini, maka yang beliau lakukan pertama kali ketika sampai di madinah adalah mendirikan masjid, dan kalender islam, awal tahun hijriyah (dimulai dari pendirian masjid pertama kali, tepatnya 12 rabi’ al-awal).
Masjid didirikan pertama kali karena sesuai dengan tujuan awal Nabi muhammad di madinah, yakni pembentukan masyarakat yang ideal. Dari pembangunan awal bisa kita ambil hikma. Yang pertama adalah terbentukanya kerjasama dalam pembangunan masjid, gotong-royang yang berfungsi untuk menghilangkan sekat antara kasta ningrat dan kasta rakyat, menghilangkan fanatisme kabilah, dan membentuk sebuah bangunan baru, yakni persaudaraan sesama muslim dalam wadah islam.
Untuk mendukung kebersamaan dan ikatan persaudaraan ukhuwah islamiah maka dibentuklah kalender islam, hijriyah, salah satu fungsinya adalah mengumpulkan mereka dan mematri kembali rasa persaudaraan itu dengan diadakannya pertemuan-pertemuan rutin pada hari-hari besar islam. Diantaranya adalah shalat jum’at yang diadakan setiap seminggu sekali.
Hampir semua kegiatan islam pada awal perkembangannya memfokuskan masjid sebagai markas perkumpulan, baik berisi pengajian (dakwa islam), musyawarah, dan menyusun strategi perang, atau latihan perang. Ini adalah periode awal masjid dalam islam.
Periode pertengahan adalah periodenya bani fatimiah, bani saljuk, bani mongol persia, bani mamlak dan moor. Sedangkan periode terakhir adalah periode modern, terdiri dari masa safawi di persia, magul di india, dan ottoman di turki. Masing-masing mempunyai ciri khas dalam pembangunan masjid.
Pada periode pertengahan inilah fungsi masjid memiliki fungsi lebih efisien dari awal berdirinya. Diantaranya adalah sebagai perkembangan seni, seperti terukirnya berbagai macam kaligrafi di dinding-dinding masjid, kubah, dll.
Tidak hanya seni yang berkembang dalam masalah masjid. tetapi juga arsitektur budaya, yang merekonstruksi masjid sehingga terlihat lebih indah, didukung oleh ekonomi masyarakat islam yang mapan sehingga sempurnalah bentuk masjid dengan segala keindahannya. ini adalah wujud dari kejayaan islam pada masa pertengahan.
Seni bangunan masjid tidak bisa lepas dari pengaruh seni bangunan arab, persia, bizantium, india, mesir, gothik, dsb. Jenis-jenis bangunan ini diberi corak islam, sehingga pada bangunan masjid diberbagai telah tercipta corak baru, seperti gaya syro-egypto (suriah mesir), gaya hispano-moresque (spanyol-mor), gaya persia, ottoman, dan gaya arab.
Walaupun berbeda-beda dalam perkembangan pembangunan masjid dengan ciri khas kedaerahan tertentu, tetapi masjid mempunyai 5 komponen dasar. 1) lapangan luas terbuka (sahan). 2) bagian sahan yang diperuntukkan mushalla/al-haram. 3) kiblat 4) mimbar (tempat khatib berkhutabah). 5) mihrab (tempat imam). Di indonesia ditambah satu yaitu bedug.
Penambahan bedug disini tidaklah lepas dari unsur budaya indonesia-hindu dan jawa, bahkan tidak hanya bedug, akan tetapi bentuk limas dan berundak di bagian genting, dll yang masih berbau budaya. Seperti menara kudus, masjid agung demak, masjid agung banten, masjid agung surabaya, masjid agung cirebon dan masjid agung yoyakarta
Adapun dalam perkembangannya terpengaruh oleh arab, persia dan india dll. Atau di indonesia baru sama sekali seperti masjid raya medan, bait al-rahman banda aceh, dll

D. Tujuan Dibangunnya Masjid
Sesuatu dibangun atau dilaksanakan pasti tidak lepas dari tujuan dasarnya. Begitu juga pembangunan masjid oleh Nabi dan setelah Nabi mempunyai tujuan-tujuan yang banyak sekali, seperti kesosialan, politik, pendidikan, dll yang tidak akan kami bahas secara detail disini. Tapi secara global.
Seperti yang telah kita ketahui sekilas diatas, bahwa tujuan pembangunan masjid pertama kali adalah selain sebagai tempat beribadah juga sebagai wadah penyatuan umat islam dalam ukhuwah islamiyah dan pembentukan masyarakat ideal.
Sehingga dalam perkembangannya, ketika islam menyebar sampai kepelosok dunia maka tidaklah cukup kalau hanya mengandalkan satu masjid. Dibangunlah masjid di setiap daerah. Semakin banyak masjid yang kita lihat di suatu daerah maka bisa disimpulkan semakin banyak pula penduduk muslimnya. Ini adalah salah satu politik perkembangan islam untuk menakut-nakuti lawan dan menunjukkan bahwa kemenangan ada ditangan islam
Selain itu, masjid juga sebagai sarana tempat menimba ilmu agama, bahkan sampai sekarang ini, dengan diadakannya TPQ. Yang berkurang adalah suffah, tempat dimana orang yang tidak punya rumah atau menimba ilmu dengan menginap dibagian suffah masjid. Di indonesia tempat itu dibangun menjadi bangunan sendiri seperti pondok pesantren.

E. Pokok Permasalahan
Dizaman modern sekarang, umat islam indonesia mengalami kemunduran keilmuan jika dibandingkan dengan non-muslim atau orang eropa. Realita ini tidak terlepas dari ekonomi masyarakat yang berpenghasilan dibawah rata-rata sehingga tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari apalagi menjangkau pendidikan yang menambah pengeluaran dan mahal.
Adapun pemerintah yang berjanji dengan mengadakan progam sekolah gratis, hanyalah sebatas pada SPP, sedangkan masalah buku dan tunjangan lain seperti kursus maka dari pribadi masyarakat. Tidaklah cukup kalau hanya mengandalkan pemerintah.

F. Masjid sebagai Pendorong Pendidikan Bangsa
Mengingat sejarah masjid dalam perkembangan budaya islam salah satunya adalah sebagai pemicu penididikan umat islam, maka tidak ada salahnya jikalau masjid juga berpartisipasi dalam perjuangan. Kalau dahulu masjid sebagai penyusunan strategi perang karena ketika itu yang diandalkan adalah kekuasaan maka dizaman perkembangan dan sekarang yang notabene bangsa berpacu pada pengembangan intelektual, maka tidak ada salahnya kalau misalnya dana masjid lebih difokuskan pada pendidikan, seperti mengadakan kursus gratis, belajar gratis, atau membelikan buku bagi mereka yang kurang mampu dan minat untuk sekolah
Kalau yang ibadah jama’ah hanya sedikit, kenapa harus diperbesar dan ditingkat, bukankah akan lebih baik untuk genersi masa depan kita yang dipercakap dengan keilmuan dan masjid sebagai tempatnya untuk mengambil perhatian masyarakat agar gemar mengunjungi masjid dan merekalah kelak yang mengurus kemegahan masjid.

G. Kesimpulan
Masjid dalam perkembengannya, tidaklah keluar dari komponen pokok 5, 1) lapangan luas terbuka (sahan). 2) bagian sahan yang diperuntukkan mushalla/al-haram. 3) kiblat 4) mimbar (tempat khatib berkhutabah). 5) mihrab (tempat imam). Di indonesia ditambah satu yaitu bedug. Perbedaan dalam perkembangan hanya sebatas pemasukan budaya setempat seperti kubah, limas, bedug,dll
Adapun dalam fungsinya, juga tidak mengalami pergeseran, selain sebagai tempat beribadah (ibadah ritual) masjid juga sebagai sarana pendorong sosial, politik, pendidikan, dll. Perbedaan hanya dalam aplikasi atau perwujudan dari bentuk sosial yang terus berkembeng sesuai dengan masyarakat setempat dan zaman, oleh karenanya sistem aplikasinya juga yang harus diperbarui untuk bisa terus membantu dan membentengi umat islam dalam menghadapi masalah seiring dengan zaman
Maka dizaman sekarang, ada baiknya kalau dana saluran masyarakat yang masuk masjid tidak dibuat bermegah-megah pembangunan masjid, cukup pada perawatan masjid dan sedikit operasionalnya, selebihnya disalurkan untuk mendorong pendidikan generasi bangsa menuju pada Negara ideal dan masyarakat yang ideal.

Data pustaka:
-al-qur’an: QS. 7:31, 2:114, 9: 18, 72: 18
-ensiklopedi islam/ penyusu, dewan redaksi ensiklopedi islam,-cet.2- jakarta:ichtiar baru van hoeve, 1994
-Drs. Sidi gazalba, mesjid pusat ibadat dan kebudayaan islam,-cet.4- jakarta:pustaka antara, 1983