Cari Blog Ini

Kamis, 22 Maret 2012

DAN PEREMPUAN PUN BERHAK MEMILIH


Ada tulisan menarik tentang pacaran yang diflourkan oleh Fauz Noor dalam novel legendarisnya “Tapak Sabda” yang membahas tetang filsafat isalam yang disampaikan dalam bentuk karya fiksi, lumayan menarik untuk dikonsumsi.
Dia berusaha menarik akar kata “khithbah” yang pada umumnya berarti “lamaran/melamar” pada penalaran epistemic. Dari segi bahasa, kata “khithbah” berakar dari kata “khothoba” atau “kho’, tho’, dan ba’” yang mempunyai arti “berbicara, berdialog, atau interaksi”. Nah, dari sini, ditarik pada pengertian bahwa proses berbicara, berdialog, berinteraksi dan saling mengenal lebih jauh antar  lawan jenis pada zaman ini adalah berbentuk pacaran.
Ada pergeseran makna yang semakin elastis pada kata “khithbah” dari yang pada mulanya berbentuk semacam formalistic menuju arena lebih lanjut (pernikahan) menuju makna pacaran yang sebenarnya pada ranah tertentu juga mempunyai tujuan untuk hubungan lebih lanjut/rumah tangga. Hanya saja, prosesnya agak berbeda, kalau dulu terkesan formal, tapi dengan makna ini terkesan fleksibel.
Kalaupun ada pendapat lain tentang ketidaksetujuan pacaran, itu terserah. Yang jelas, kalau memang sepakat dengan tarik ulur pengertian diatas maka secara tidak langsung kita sepakati bahwa pacaran memang sudah dibahas dari sejak awal munculnya Islam. Hanya saja ada perbedaan bentuk jika diaplikasikan pada zaman sekarang mengingat penafsiran makna “Khithbah: lamaran”.
Yang lebih menarik, proses khithbah tidak lah monoton seperti pemahaman awal kita bahwa perempuan cenderung “terpaksa/bisa dipaksa” dalam melaksanakan pernikahan. Dalam proses khithbah (baca: pacaran), perempuan berhak untuk memilih pasangan yang sholih atau cakap dalam tataran tertentu.
Ada kasus menarik tentang hal diatas pada zaman Nabi SAW yang dialami oleh Fathimah binti Qais ra. Ketika beliau dilamar oleh Aba Jahm bin Hudzaifah dan Mu’amiwiyah, dia minta pendapat tentang keduanya pada Nabi Saw agar mendapat pencerahan. Analoginya dengan zaman kita adalah ketika si perempuan ada yang menaksir/menembak dari beberapa macam cowok yang ada, maka diperbolehkan curhat pada yang lebih alim tentang pemuda yang memacarinya. Dan cewek boleh memilih mana yang terbaik bagi dia.
Persaingan antar lelaki dalam merebutkan perempuan adalah sebuah kewajaran, dan pillihan perempuan adalah sebuah ketentuannya yang mengetuk. Itu sudah menjadi sebuah kebolehan. Maka tak ayal dan setidaknya tidak perlu diolok-olok jika ada seseorang yang lagi mencari pasangan hidup, karena memang begitulah prosesnya.
Kembali ke kisah, bahwa Nabi Saw pun memberikan pendapatnya tersendiri pada Fathimah dengan ungkapannya bahwa si Aba Jahm adalah orang yang pemarah dan si Mu’awiyah adalah orang yang kurang mampu. Lantas Nabi menganjurkan Fathimah untuk memilih Usamah yang sebelumnya tidak menembak/melamarnya.
Nah, dari sini, sebagai temanpun ketika mendengarkan curhat teman tentang lika-liku kisah kisah cinta diharapkan memberikan sebuah titik terang yang bisa membantu proses kedepan.
Proses percintaan seseorang boleh saja, wajar, dan pemutusan pacaran adalah resiko yang harus ditanggung, semua (lelaki dan perempuan) mempunyai hak untuk memilih pasangannya. Maka, silahkan pacaran, silahkan tanggung resiko, silahkan putuskan, dan satu yang perlu diingat, jangan putuskan hubungan kemanusiaan antar sesama, boleh putus sebagai pacar, tapi jangan putus hubungan untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Karena, itu adalah pantangan bagi kaum muslim seperti yang telah digariskan Nabi kita! Allahu A’lam.

Yayan, dalam rangka menghibur Hamam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar