Santri itu rame ing gawe, among sepi ing pamrih cuplikan kata pengantar yang indah dan mengena dari penerbit Gatra dalam buku Islam Nusantara. Sebuah gambaran kepadatan aktivitas santri dalam lingkungan pondok pesantren.
Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa pondok pesantren menerapkan pendidikan 24 jam, sehari penuh. Dalam artian, seorang guru tidak hanya mengajar dalam kelas tetapi juga melingkupi ranah terapan, aplikatif (terpadu).
Termasuk keunikan pondok adalah mempunyai spesialisasi tersindiri yang berbeda antara satu pondok dengan pondok lainnya. Ada yang spesialisasi gramatikal, bahasa, fikih, ushul fikih, hadits, tafsir, dll tanpa meninggalkan keragaman ilmu yang lain, hanya prosentase dibagian spesialisasinya yang diperbesar.
Oleh karenanya RUU pondok pesantren terakhir yang digagas para pemegang pemerintahan banyak menuai kontroversi dari pihak pesantren, masyarakat, maupun aktivis pergerakan alumni pondok.
Nah, termasuk spesialisasi pondok pesantren isyhar, ngejen adalah pondok berbasis sosio aplikatif dan gramatikal arab. Gambarannya, pesantren dalam hal kemasyarakatan membaur dengan masyarakat dan saling tolong menolong, bahu membahu. Bahkan santri sering mendapat orderan membangun bangunan, panen sawah, tasyakuran, dll baik dalam ranah keagamaan maupun pembangunan masyarakat.
Alat-alat interaksi bermasyarakat dilakukan secara praktis aplikatif oleh santri seperti tahlil, pidato, merawat jenazah, kerja sawah, ternak, bangun bangunan (arsitek), dan masih banyak lagi sehingga bisa dikatakan siap terjun dalam bermasyarakat.
Secara teori santri tidak belajar ilmu social, tapi secara praktis mereka menerjuni ranah aplikatif sosiologi, bahkan Kepala Desa Tanjung Tani adalah alumni Pondok Isyhar, Ngejen yang tidak menempuh jalur kuliah (formal) bisa menerjuni ranah politik praktis tingkat desa. Hanya karena pergaulan dan wacana yang ditempuh dari pembauran masyarakat bisa membentuk kerangka berpikir yang bagus, sehingga dapat memetakan sebuah permasalahan dan mencarikan solusi yang tepat bagi masyarakat. Maka, masyarakat yang menilai.
Dari segi bangunan, pondok Isyhar, Ngejen berbeda dengan kebanyakan Pondok modern. Kalau Pondok Modern atau semi Modern membangun pagar agar santri tidak keluar masuk Pondok tanpa prosedur maka di Pondok Ngejen tidak dibangun Pagar pembatas. Sama dengan Pondok Pacul Gowang yang sekarang diasuh oleh KH. Aziz Manshur. Kilahnya, pagarnya adalah do’a Kiai dan Kharisma sang Kiai.
Pastinya ada kelebihan dan kelemahan masing-masing secara bangunan fisik, akan tetapi dalam gambaran kehidupan tiap hari, Pondok berbasis social ini sangat tentram untuk ditempati. Bahkan antar santri pun terlihat akrab layaknya saudara kandung. Bagaimana tidak, kalau ada masalah antar santri akan lebur dengan fasilitas social yang berbangunkan “liwetan” masak dan makan bersama, guyonan mereka, gojlokan mereka.
Masalah keilmuan kitab kuning, tidak perlu diragukan, karena secara teoritik plajaran utama, adalah gramatikal arab, prosentasi kajian lebih diperbesar dalam gramatikal arab sehingga kedepannya, santri diharapkan bisa membaca dan memahami berbagai macam literature arab.
Keluangan waktu pagi hari mencetuskan kekreatifan tersendiri bagi tiap individu santri, ada kalanya mengambil pendidikan formal di sekolah luar pondok, kerja membantu masyarakat, jualan independent, mendirikan warung, dll karena memang tidak ada pagar yang menyekat antara pondok dengan masyarakat sehingga interaksi mereka secara langsung walaupun pondok termasuk subkultur tersendiri akan tetapi tidak membuat sekat yang membuat jarak pemisah dalam berinteraksi.
Siang hari, jam sekolah diniyah, kajian kitab kuning dan malam hari habis isya’ disibukkan dengan jam belajar (takrar) sampai tengah malam jam 23.00
Kepadatan aktivitas pondok salaf dalam mendidik para santri jarang terekspos media karena berbagai kendala. Adakalanya kalah dalam hal legalitas kepemerintahan sehingga keunggulannya terhijab oleh formalitas, adakalanya santri sendiri tidak mempublikasikan dalam media tulis menulis, adakalanya improvement pada masyarakat sudah dikuasai ekonom yang sudah sukses dalam mencetak karakter pekerja (cuci mintset).
Semoga, dengan perjuangan mereka dalam mempertahankan mutu, system, aplikasi mereka bisa membantu perkembangan Agama dan Negara Indonesia ke depan tanpa tersingkirkan oleh perkembangan zaman yang belum jelas format bangunan system dan ranah perjuangannya. Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar