Almaghfurlah Mbah Kiai Syihab adalah Romo Kiai sepuh di Lontar Kebondalem Mojosari Mojokerto, masih adik dari Almaghfurlah Mbah Saib, buyut penulis 4 generasi dan masih ada sambung nasab dengan keluarga Romo Kiai Yahdi Mathlab pendiri Pondok Bidayatul Hidayah Mojogeneng Mojokerto. Jadi, Penulis bin Abdul Mukhith bin Jayamam bin Saib bin Bini.
Almaghfurlah Mbah Kiai Syihab berbeda dengan kakaknya, beliau lebih berilmu. Terlihat dari perjuangannya dengan mendirikan Mushollah awal di Lontar dengan pengajian TPQ dan Diniyah serta keistiqomahan beliau dalam menggeluti pengabdiannya.
Selain itu, beliau jadi rujukan keluhan masyarakat pada masanya. Bisa dibayangkan, perampok atau preman kalau melihat beliu langsung lari tunggang langgang.
Pernah suatu ketika seorang maling tertangkap basah oleh masyarakat dan dihajar massa tapi tidak terluka segorespun karena memang mempunyai amalan kekebalan. Akhirnya dilaporkan ke Almaghfurlah Mbah Kiai Syihab, maling itu langsung bertekuk lutut mengaku tobat sebelum beliau berbuat apapun.
Dikisahkan juga oleh masyarakat sekitar, kalau Almaghfurlah Mbah Kiai Syihab mengingankan buah di pohon, beliau hanya menunjuk buah itu dan buahnya langsung jatuh.
***
Setelah beliu wafat, pengajian diteruskan oleh putranya, Mbah Yasik tapi diniyah sudah mulai berkurang dan surut. Hanya TPQ yang masih eksis dan stabil serta pembangunan Mushollah yang dipermegah sedikit ukuran kampung.
Mbah Yasik orangnya gemar mengaji tafsir serta kitab-kitab klasik. Tiap pagi kalau penulis disuruh orang tua belanja ke toko beliau, beliau sedang menyimak kitab melalui radio. Ntah siapa yang mengaji belum terlintas waktu itu dalam benak penulis.
Dalam mendidik anak-anak, beliau cenderung demokrasi. Pilihan diserahkan anak yang penting siap mempertanggungjawabkan pilihannya. Oleh karenanya banyak anak-anak beliau yang sukses, ada yang jadi dosen, pengajar, swasta tapi bisa dikatakan mayoritas sudah menunaikan ibadah Haji.
Kalau di Jombang ada tulisan papan nama SANEX itu adalah salah satu usaha anak Mbah Yasik.
***
Generasi selanjutnya penerus Mushollah adalah Gus Ton, walaupun ada yang lebih dekat (lebih tua) yakni H. Maslikan tapi karena beliau tidak menempuh pendidikan Pondok Pesantren akhirnya dipegang oleh adiknya.
Setelah menikah, Gus Ton mendirikan TPQ sendiri di kediamannya yang masih se-desa. Jadi, TPQ Mushollah sudah tidak ada yang memperjuangkan dan mati sampai detik ini.
Bukan berarti keluarga beliau diam dan tidak mengambil keputusan, anak H. Maslikan di anjurkan menempuh Pendidikan Pondok Pesantren, seperti anaknya Lukman Hakim menempuh pendidikan di Mojogeneng, sekarang sudah menyelesaikan hafal al-qur’annya dan menjadi pengurus pondok Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
Zumrah, adiknya yang juga mengaji di Pondok Qur’an yang diasuh oleh Mbah Kiai Mahfudzi sudah menikah tidak meneruskan perjuangan TPQ Mushollah dengan berbagai pertimbangan.
Nah, yang satu ini, Ahmad Fauzi sudah lulus dari Pondok Pesantren Al-Amin, katanya menjadi pengurus harian (keamanan) dan tidak pulang ke kampung halaman juga dengan berbagai pertimbangan.
AHMAD FAUZI, KAMPUNG HALAMAN SUDAH MENUNGGUMU.......!!! hehehe... peace!!!
***
Yayan Musthofa, dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar