Cari Blog Ini

Selasa, 14 Juni 2011

MBAH KIAI HANAN

Pondok Kwagean Pare Kediri ini masih bersistem salaf layaknya pondok Lirboyo, Pacul Gowang, Isyhar Ngejen, al-Irsyad Gedongsari, Manbaul Hikam Udanawu Blitar, dll.

Pondok salaf seperti ini yang selalu mempunyai kedamaian tersendiri dengan karakternya masing-masing. Termasuk karakteristik para santri yang masih cenderung urakan. Kalau di Gedongsari menyambut santri baru dengan teriakan serentak “Jajane Kang.., tidak ada jajan sandal gratisan…” maka pondok kwagean ketika melihat lawan jenis sedang berlalu lalang di sekitar pondok bersorak secara serentak “swit swit.. hu…”. Terdengar menggema sampai yang disambut jadi salah tingkah.

Santri pondok Mojosari Nganjuk yang diasuh Mbah Kiai Zainal Musthofa berbeda lagi dalam penyambutan santri baru. Ketika tamu datang, tas dan segala perabotan langsung disambut oleh santri, dibawakan dan dimasukkan ke kamar beserta calon santri tersebut. Setelah duduk, maka langsung disodori pertanyaan “rokoknya kang? Atau jajane kang?”, kalau tidak siap dengan itu maka lantas tas dan segala perabotan langsung diangkut lagi dibawa ke WC sambil berucap “tempat njenengan disini kang”.

Masing-masing santri pondok salaf ini punya karakter yang unik dan mengesankan. Berbeda jauh dengan para kiai pengasuhnya yang lebih cenderung lemah lembut. Sifat itu menurun ke santri ketika mereka dalam keadaan sendiri-sendiri bukan dalam keadaan berkumpul. Sopan santun, tindak tanduk mereka baru kelihatan titik samanya.
Senakal-nakalnya santri, tetap merunduk ketika Mbah Kiai sedang berjalan di depan mereka, tetap sopan dan diam ketika sowan di kediaman beliau karena memang Mbah Kiai mempunyai teladan akhlak yang mereka kagumi.

Pernah suatu ketika penulis dibuat salah tingkah oleh Mbah Kiai Hanan pengasuh pondok Kwagean. Tidak selayaknya Kiai pada umumnya yang cenderung bertingkah leluasa ketika menghadapi tamu atau santri yang sowan, Mbah Kiai Hanan ini lebih menjaga sikap, sangat tawadlu’, bertutur kata halus, sopan, lembut, menundudukkan pandangan, mempersilahkan hidangan dengan ibu jari layaknya santri sedang memberikan petunjuk pada yang lebih tua.

Sangat bertolak belakang dengan karakter penulis yang cenderung urakan, grusah-grusuh, tutur kata seadanya dan kebanyakan kasar. Akhirnya tidak bisa berbicara panjang lebar dan cenderung diam, hanya sedikit yang diutarakan, cukup pada kepentingan yang ada.

Setidaknya, semoga dengan sowannya penulis pada beliau bisa tertular sedikit semakin banyak semakin mendekati harapan) sifat-sifat luhur beliau selain kepentingan yang sudah beliau selesaikan. Amin!

***

1 komentar:

  1. Memang bnr yg anda ucpkn..bliau memang sosok kyai yg kharismatik n sngt twaduk pd siapapun...smg qt bs mndpt barakah beliau n bs mnru bliau..amin..:-)

    BalasHapus