Cari Blog Ini

Kamis, 15 Desember 2011

BELAJAR “THARIQAH” PADA MBAH KIAI IRFAN (4)

Dalam banyak kitab tasawuf sering diterangkan tentang trinitas syariah, thariqah dan haqiqah termasuk dalam kitab al-atqiya’ yang pernah penulis baca. Diibaratkan antara syariah adalah perahu, thariqah adalah perjalanan laut, dan haqiqah adalah intan dalam laut. Jadi untuk menempuh haqiqah butuh perjalanan via thariqah dengan kendaraan perahu syariah.

Ada sedikit pemahaman yang sebenarnya mempunyai inti penjalasan yang sama, tapi dalam rangkaian penjelasan lebih mengena adalah dari Mbah Kiai Irfan selaku pelaku yang bisa dikatakan telah menempuh seluruh dan menggapai kebenaran setelah mencari “al-haq” dalam perjalanan pribadinya.

Disini beliau mengibaratkan “thariqah” adalah jalan. Memaknai dengan asal lafadznya, dan mempertanyakan kalau thariqah adalah sebuah jalan, maka siapa yang berjalan (salik)? Beliau memberi penjelasan bahwa yang berjalan adalah syariah dan haqiqah secara bebarengan.

Syariah diibaratkan jism atau badan dhahir, apabila yang berjalan dalam thariqah hanya syari’at belaka, maka akan menimbulkan perjalanan hampa dan cenderung distruktif, karena tidak adanya ruh halus “latifah” yang mengisi dan menggerakkan.
Dan apabila yang berjalan adalah haqiqah, maka juga akan dipandang gila, bagaimana isi berjalan tanpa sebuah badan atau bungkus? Orang berjalan keluar dengan telanjang tanpa mengenakan busana bungkus, akan dipandang gila. Pakaian berjalan tanpa ada yang mengenakan isi juga akan pada lari yang melihat.

Jadi, antara syariah dan haqiqah harus bebarengan dalam melakukan perjalan panjang di jalur thariqah. Dan pos-pos sebagai singgah yang ada dalam perjalanan juga banyak, diantaranya adalah pos “ma’rifat” dalam pos ma’rifat juga banyak kamar yang akan dijelaskan beliau dalam pertemuan mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar