Cari Blog Ini

Kamis, 15 Desember 2011

BELAJAR DZIKIR PADA MBAH KIAI IRFAN (5)

Seorang salik dalam melakukan dzikir di sebuah thariqah tertentu khususnya, atau mereka yang berusaha melakukan dzikir dengan caranya sendiri yang “sok” khusu’ pada umumnya. Itu meletakkan atau lebih tepatnya memfokuskan konsentrasi dzikirnya melalui lathifah-lathifah sirrinya. Ada lathifah qolbi, lathifah sirri, lathifah khofi, akhfa, dst. Jadi berusaha menghidupkan lathifah-lathifah yang ada untuk berdzikir bersama mengingat Allah.

Hal itu tidak sepenuhnya benar, dan tidak pula salah. Dalam maqam drajat tertentu ketika sudah mendekati puncak, maka tidak diperlukan sebuah proposisi tersebut. Ibaratnya orang belajar berjalan, awal kali ketika belajar, maka masih ada proposisian kapan, bagaimana, atau kemana berjalan masih ada penempatan dalam hati ketika mulai berjalan, minimal ada semacam “niatan” berjalan.

Berbeda halnya ketika sudah lanyah berjalan, tanpa ada hal semacam itu. Langsung berjalan dan merasakan bahwa ia berjalan tanpa harus memosisikan kaki dan lain sebagainya terlebih dahulu baru kemudian berjalan. Langsung jalan,.

Atau diibaratkan orang belajar naik sepeda motor, awal kali mengendarai maka masih ada dalam angan-angan untuk akan memasukkan gigi berapa, masih ada angang-angan pengaturan gas sepeda, atau mengurangi gas, dst. Berbeda ketika sudah lanyah naik sepeda, maka hal semacam itu sudah tidak diperlukan lagi, tinggal naik dan mengendarai sepeda motor dan pasti merasakan rasa naik sepeda motor.

Analogi proposisi dalam thoriqah juga sama dengan demikian, kalau sudah lanyah dalam berdzikir, maka tidak diperlukan hal semacam itu, tinggal dzikir dan merasakan dzikir tersebut. Karena proposisi tempat dzikir tersebut hanya menambah beban atau mengganggu kenikmatan rasa dalam kemesraan berdzikir itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar