Cari Blog Ini

Minggu, 14 Agustus 2011

PONDOK PESANTREN BERBASIS SOSIOAPLIKATIF

Pondok pesantren memiliki sekian banyak keunikan yang misterius. Hingga sulit rasanya untuk dirumuskan dalam sebuah teori. Semuanya masih menyimpan segudang pertanyaan. Mengapa dari gubuk sangat sederhana itu bisa berhasil melahirkan tokoh-tokoh hebat sepanjang sejarah?

Sejarah sudah mencatat bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan dan kemasyarakatan yang sejak lama dikenal sebagai wahana pengembangan masyarakat (community development). Dengan orientasi tersebut, pondok pesantren telah mampu menunjukkan partisipasi aktifnya bersama pemerintah dalam mewujudkan program-program pembangunan, lebih-lebih dalam hal kehidupan beragama dan pencerdasan kehidupan bangsa.

Pada mulanya pendidikan pesantren dikelola tanpa standar teknis dan manajemen yang baik, akan tetapi dalam perkembangan terakhir banyak pondok pesantren yang sudah memanaj lebih sistematis sesuai perkembangan zaman. Masing-masing berbeda dan punya ke-khasan tersendiri.

Walaupun berbeda tapi tujuan pondok pesantren tetap sama yang tercermin dalam tiga pondasi dasar yaitu ilmu, amal dan ikhlas. Tiga pokok lainnya; iman, islam dan ikhsan, atau dalam bahasa lain; akidah, syari’ah dan akhlak.

Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan untuk mencetak generasi bangsa dan umat. Tujuannya membentuk generasi yang berakhlak mulia dan berbudi luhur, penerus ulama di masa mendatang.

Tidak sedikit orang pintar tetapi kurang perhatian dengan akhlakul karimah. Inilah yang sungguh disayangkan. Padahal misi utama Nabi Muhammad saw diutus kemuka bumi ini adalah untuk merubah akhlak manusia dari zaman ”dekadensi moral” menuju ke peradaban umat yang beretika luhur dan berperadaban tinggi. Karena akhlak yang mulia adalah suatu hiasan termulia dan terpuji di hadapan Allah swt. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.: “Aku diutus ke muka bumi ini hanya untuk menyempurnakan akhlak.”

Nah, dari sekian banyak pondok pesantren yang ada, Isyhar Ngejen kecamatan Prambon kabupaten Nganjuk adalah salah satu lembaga pendidikan yang turut berpartisipasi dalam mencetak kader bangsa lebih unggul dalam akhlak, kreativitas, serta pemikiran yang siap tanding.

***

a. Sejarah Pondok Pesantren Isyhar Ngejen

Berdirinya pondok “Isyhar” diawali dari bermukimnya seorang tokoh ulama yang berasal dari bumi Pasundan, Mbah KH. Arif. Beliau dilahirkan di desa Jasingan Banten Jawa Barat sekitar tahun 1814 yang bertepatan dengan gencarnya keinginan kolonial Belanda dan Jepang untuk menguasai dan memonopoli hasil tanah rakyat Banten.

Mbah KH. Arif adalah sosok kharismatik yang hidup di kalangan keluarga sederhana dengan dua adik perempuan yang bernama Nyai ‘Aliyah dan Nyai ‘Alimah.

Pada waktu Mbah KH. Arif beranjak remaja pada tahun 1825, di daerah beliau terjadi operasi pemerintah kolonial yang menguras habis hasil pertanian penduduk setempat. Dalam peristiwa itu seluruh rakyat mendapatkan deraan dan siksaan menyakitkan, sehingga dengan terpaksa Mbah KH. Arif dan kedua adik beliau meninggalkan kampung halaman dan bertekad untuk memperdalam khazanah ilmu agama di pondok pesantren.

Setelah berhari-hari melalui perjalanan yang melelahkan sampailah beliau di Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang Jawa Tengah. Setelah bertahun-tahun beliau menuntut ilmu (thalabul ilmi) di pesantren itu, beliau meneruskan mondok ke pasantren daerah Boyolali. Kemudian timbul niat (himmah) untuk menuntut ilmu di daerah Jawa Timur. Disertai dengan niat yang ikhlas dan tekad yang kuat sampailah beliau dengan kedua adiknya, Nyai ‘Aliyah dan Nyai ‘Alimah di dusun Banjar Melati Kediri. Di tempat ini beliau meminta petunjuk “ngudi kaweruh” kepada Almagfurllah KH. Anwar Wardoyo yang kemudian beliau dijadikan mantu olehnya. (dinikahkan dengan Nyai Muthmainnah, putri KH. Anwar Wardoyo).

Setelah menikah, oleh Almaghfurlah KH. Anwar Wardoyo, beliau diamanati mendirikan masjid dan pondok pesantren untuk berjuang memperluas syari’at islam.
Sebelum menetap di dusun Grompol Barat, Mbah KH. Arif beserta keluarga pernah tinggal di desa Kedung Bajul tapi tidak begitu lama. Kemudian beliau pindah di dusun Grompol Barat dan mendirikan pondok pesantren pada tahun 1289 H/1868 M.
Pada usia sekitar 70 tahun Mbah KH. Arif berangkat menunaikan rukun Islam yang kelima di Makkah al-Mukarrammah. Di tanah suci itu pula beliau mendapat panggilan untuk kembali ke rahmatullah dan dimakamkan di sana, ghafarallah wa rahimallah lahu. Amin!

Selanjutnya, perjuangan syiar Islam melalui pondok pesantren diteruskan oleh putra beliau yang bernama Mbah Kiai Imam Mubari dan sepeninggal Mbah Imam, tongkat estafet pondok selanjutnya dipegang oleh adiknya yaitu Mbah Ahmad Sakab.
Karena Mbah Sakab bertempat jauh (tidak dilingkungan pondok) maka kepengasuhan pesantren diamanatkan kepada adik beliau yang bernama Mbah Abdus Syakur dan Mbah Abdul Wahab dengan dibantu oleh pengganti pengasuh (Mbah Ahmad Sakab). Seterusnya adalah KH. Masruhin Syakur beserta saudara-saudaranya, di antaranya adalah Abah Afandi Husnan dan Abah Kiai Syamsuddin Syakur.

Pada generasi ini, berbagai perkembangan dan kemajuan tampak terlihat jelas. Maka dari kesemuanya itu timbul niat (himmah) para masyayikh untuk memberikan nama pesantren ini yang bertujuan untuk mengenang tokoh pendiri pesantren.
Akhirnya ditemukan nama yang di dalamnya terkandung nama tokoh dan juga madzhab yang dianut. Yakni pondok pesantren Islamiyah Syafi’iyah Haji Arif (PP. ISYHAR).
Pondok pesantren ini sampai saat ini diasuh oleh Abah KH. Masruhin Syakur beserta saudara-saudara beliau dengan jumlah santri putra-putri kurang-lebih 700 orang, dengan sarana dan fasilitas yang cukup memadai.

b. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Isyhar Ngejen

1. Sistem bandongan.

Aktivitas santri setelah shubuh adalah ngaji dengan sistem bandongan yang dipimpin oleh Mbah Kiai langsung sampai jam 8 wis (waktu istiwa’).
Dilanjut setelah sholat dhuhur mengaji kitab yang sudah ditentukan Mbah Kiai sedangkan setelah maghrib mengaji Tafsir Jalalain di Masjid pondok.
Jam setengah 2 - setengah 5 Wis para santri menempuh sekolah di Madrasa Diniyah.
Pendidikan di sekolah ini menggunakan sistem bandongan juga, walaupun terkadang para ustadz menjalankan sistem sorogan untuk mengetahui kemampuan santri dalam kajian mereka akan tetapi ini dilaksanakan secara temporal dan eksidental.
Dalam kajian kitab secara bandongan dengan Mbah Kiai selalu diikuti oleh seluruh santri (dari berbagai kelas yang menginginkan ngaji) tanpa ada tekanan dari pengurus pondok pesantren yang bersifat wajib.

2. Sistem sorogan.

Sistem ini dilaksanakan setelah sholat isya’ jam 20.30 – 23.00 Wis di kelas masing-masing tingkatan santri.

Di sini para santri bergantian membaca kitab, sedangkan santri yang lain melengkapi makna kitab yang tertinggal. Pengurus pondok merangkap menjadi pengurus sekolah diniyah dan menetap di pondok pesatren, menjadi dosen pembimbing. Pengurus inilah yang membenarkan, mengoreksi bacaan para santri ketika mereka menemukan kendala dalam membaca kitab. Bahkan menjelaskan pada poin-poin yang belum dipahami oleh santri setelah mereka menemukan titik buntu. Oleh karenanya, pengurus secara tidak langsung mempunyai kapasitas dan kapabelitas yang tidak diragukan dalam hal keilmuan agama.

3. Ekstrakurikuler.

Sebuah kebijakan yang tepat dan bagus dari pengasuh pondok pesantren Isyhar Ngejen dengan mengambil mata pelajaran gramatikal arab (nahwu-sharaf) sebagai prioritas yang utama.

Terlihat dari prosentase mata pelajaran yang sudah menjadi kebiasaan para santri. Tanpa meninggalkan bidang kajian yang lain seperti tafsir, tasawuf, akidah, dll.
Setiap malam selasa ba’da maghrib para santri mempunyai kegiatan komplek. Tiap komplek berbeda-beda kebijakan dalam mengambil aktivitas. Ini juga menjadi kegiatan hari kamis malam jum’at, bedanya, disini seluruh komplek memperdalam ilmu gramatikal arabnya.

Ada kegiatan lain seperti latihan pidato, perawatan jenazah, malam diba’iyah, pembacaan manaqib syaikh abdul qodir al-jilani, dst.

Selain kegiatan belajar mengajar di pondok, para santri mempunyai aktivitas lain. Ada yang mengambil sekolah jalur formal (santri hanya mengikuti kajian tidak sampai usai bersama Mbah Kiai di pagi hari), ada juga yang membantu Mbah Kiai dipeternakan, berjualan (buka warung), menjaga internet, bekerja di sawah dengan masyarakat dll.

Sosial masyarakat para santri terbentuk secara tidak langsung dari aktivitas yang terakhir disebut. Hubungan santri dan masyarakat terbentuk dengan harmonis dan bagus. Bukti riilnya, santri sering ada undangan dalam hal keagamaan dari masyarakat, diminta pendapat dalam kepengurusan desa serta kegiatannya, dan yang lebih disukai adalah lebihan makanan setelah ada warga desa mengadakan hajatan diberikan pada santri di pondok pesantren.

Walaupun tanpa ada teoritikal tentang ilmu sosial, tapi santri sudah mengaplikasikan ilmu itu dengan cara berinteraksi dengan masyarakat secara langsung.

4 komentar:

  1. Apa benar urutan pengasuh ponpes ISYHAR NgeJen Grompol Barat Tanjungtani prambon Ngajuk : K H Masruhin Bin K H Abdusysyakur Bin K Imam Mubari Bin K H Arif ( K H Arif itu menantu K H Anwar Wadoyo Banjarmlati Kediri, Isteri K H Arif : Nyai Muthma'innah Binti K H Anwar Wardoyo Banjarmlati Kediri), supaya diteliti kembali, ini sangat penting karena menyangkut urutan silsilah keluarga Bany K H Anwar Wardoyo. terimakasih atas penjelasan selasnjutnya.

    BalasHapus
  2. masalah nasab, ada, dan disimpan teman saya. dan sudah kami terbitkan dalam bentuk buku sebagai kenang2an kami pada pondok.
    seingat saya, iya benar yang antum tuliskan diatas.

    BalasHapus
  3. masalah nasab, ada, dan disimpan teman saya. dan sudah kami terbitkan dalam bentuk buku sebagai kenang2an kami pada pondok.
    seingat saya, iya benar yang antum tuliskan diatas.

    BalasHapus
  4. masalah nasab, ada, dan disimpan teman saya. dan sudah kami terbitkan dalam bentuk buku sebagai kenang2an kami pada pondok.
    seingat saya, iya benar yang antum tuliskan diatas.

    BalasHapus